Menkes: Kedatangan Dokter Asing ke Indonesia Dipermudah, Bukan untuk Bersaing dengan Lokal!
Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menegaskan bahwa kebijakan mendatangkan dokter asing ke Indonesia bukan bertujuan untuk bersaing dengan tenaga medis lokal, melainkan untuk menyelamatkan ratusan ribu nyawa.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa sekitar 250 ribu warga Indonesia meninggal akibat penyakit jantung setiap tahunnya, sementara lebih dari 300 ribu orang lainnya kehilangan nyawa akibat stroke.
Menurut Budi, salah satu penyebab tingginya kasus kematian dari kedua penyakit tersebut adalah akses kesehatan yang sulit, termasuk dokter spesialis yang jumlahnya terbatas di Indonesia. Maka dari itu, dokter-dokter asing diwacanakan untuk dipinang ke Indonesia untuk menyelamatkan ratusan ribu nyawa masyarakat Indonesia.
“Ini dokter asing dan dokter lokal bukan didiskusikan untuk bersaingan. Enggak. Orang suka salah ambil angle bahasanya Dokter asing dan dokter lokal itu masuk karena yang meninggal karena penyakit jantung ini 250 ribu,” kata Budi usai rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Budi menegaskan, jika jumlah tenaga medis di Indonesia bertambah berkat masuknya para dokter asal luar negeri maka jumlah kasus kematian akibat penyakit jantung dapat berpotensi menurun menjadi 150 ribu. Sebab, para dokter asing tersebut diharapkan mampu memberikan pertolongan tercepat kepada pasien.
“Jadi isunya tenaga asing sama tenaga non-asing, bukan masalah saing-saingan. Ini masalah menyelamatkan nyawa 300 ribu orang Indonesia karena stroke, 250 ribu yang kena serangan jantung, dan enam ribu bayi yang kemungkinan besar meninggal tiap tahun,” tegas Budi.
“Kalau untuk itu, apapun harusnya dilakukan,” sambungnya.
Sebelumnya, Menkes mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan menargetkan layanan kateterisasi jantung bisa dilakukan di 514 kabupaten/kota. Menteri yang kerap disapa BGS itu mengatakan, layanan kateterisasi jantung krusial bagi orang yang terkena serangan jantung.
“Layanan ini kalau orang kena serangan jantung seperti yang main badminton kayak kemarin itu, itu kalau bisa di-tackle dengan cepat, di bawah 4,5 jam, dia survive. Alat ini tidak usah bedah,” kata BGS dalam raker bersama Komisi IX DPR RI.
“Masalahnya enggak ada yang memikirkan dulu 4,5 jam ditaruhnya di mana. Jadi saya tanya ‘wah kalau gitu harus di kabupaten/kota’. ‘Kenapa mikirnya gitu pak?’ Gak mungkin orang kena serangan jantung di Sukabumi mesti dibawa ke Bandung, di Sukabumi dibawa ke Jakarta, kan meninggal dia karena itu lebih dari 4,5 jam pasti. Jadi dia mesti dirawat di kabupaten/kota,” lanjutnya.
Namun, salah satu tantangan yang dialami oleh Indonesia adalah kurangnya jumlah dokter spesialis dan sub-spesialis. Ia mengatakan, sia-sia jika pemerintah menyediakan banyak alat kesehatan yang canggih, tetapi jumlah sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan alat kesehatan tersebut kurang.
“Sekarang kita lagi akselerasi pengisian sumber daya manusianya. Kalau ada alatnya, tapi enggak ada sumber daya manusianya, kan, percuma,” kata Menkes.
(Sumber : CNBC Indonesia)
Share this content:
Post Comment